Jakob Oetama

Belajar Kesederhanaan dan Kerja Keras dari Kehidupan Jakob Oetama

Menjadi pendiri KompasGramedia dengan kesederhanaan dan kerja keras, itulah kesan yang disampaikan oleh sang anak terhadap Jakob Oetama. Irwan Oetama, yang merupakan anak pertama dari Jakob Oetama memaparkan bagaimana KompasGramedia dibangun saat jajaran manajemen dan sivitas akademika Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Multimedia Nusantara Polytechnic (MNP), dan Multimedia Digital Nusantara (MDN) berziarah ke makam ayahnya pada Sabtu (26/11) lalu.

“Pak Jakob itu seorang kakek, seorang ayah, seorang bapak, seorang kakak, seorang pakde. Saya adalah seorang saksi sejarah, Pak Jakob ini lahir dari keluarga sederhana. Bapaknya bernama Raden Broto Susiswo dan ibunya bernama Latifah. Raden Broto Susiswo adalah seorang guru, sama seperti Pak Jakob, jadi sekeluarga memang pendidik sejak dulu,” jelas Irwan.

Lika-Liku Membangun KompasGramedia

Menurut pemaparannya, Jakob Oetama pertama bertemu dengan PK Ojong di organisasi Partai Katolik pada 1963. Kemudian mereka berdua mendirikan Majalah Intisari. Setelah itu, pada 1966 berdirilah Kompas sampai sekarang, dari kehidupan yang sangat sederhana.

“Di Perusahaan tersebut, hanya Pak Ojong yang memiliki mobil, sementara Pak Jakob hanya menggunakan sepeda motor. Setelah sekian lama, Pak Jakob memiliki mobil yang juga digunakan untuk operasional mengantar koran ke tempat-tempat penitipan (penjualan) koran,” ungkap Irwan yang juga menjadi Dewan Pembina Yayasan Multimedia Nusantara (YMN).

Dalam perjalanannya, setelah Koran Kompas maju, pada 1971 mereka membuat percetakan sendiri. Namun sayangnya pada tahun 1977-1978 Koran Kompas dibredel oleh pemerintah, meskipun akhirnya bisa terbit lagi. Pada saat perusahaan sedang menanjak, tahun 1980 kabar duka menyelimuti keluarga Kompas, Pak Ojong meninggal dunia.

“Di situ Pak Jakob menangis, karena mereka sudah menjadi ‘soulmate’. Pak Jakob dan Pak Ojong kerja pagi, siang, malam bersama pemimpin redaksi menjaga supaya berita yang dihasilkan sesuai dengan apa yang telah ditentukan. Saya merasakan punya bapak, tapi seperti nggak ada, karena Bapak kerja, kerja, kerja, dan kerja,” kata pria berusia 64 tahun ini.

Belajar SOP dari KompasGramedia

Ia sempat terkejut ketika selesai SMA, Jakob Oetama menawarkannya untuk kuliah di luar negeri. Kaget karena Irwan hanya mengetahui bahwa Jakob Oetama bekerja sebagai pegawai, kerja keras yang dilakukannya untuk memberikan contoh. Dari situ juga ia belajar mengenai SOP di KompasGramedia.

“Ketika saya diajak ke kantornya tidak diperbolehkan masuk, sebab kantor hanya boleh dimasuki oleh pegawai. Lulus kuliah dari Amerika, saya pernah ingin mengajukan untuk magang di KompasGramedia. Namun Pak Jakob bilang tidak boleh, karena ia dan Pak Ojong sudah sepakat tidak boleh (keluarga) kerja di sini,” jelas Irwan menirukan gaya bicara ayahnya.

Jakob Oetama

Kerja Keras yang Menghasilkan

Seiring berjalannya waktu, KompasGramedia menjadi perusahaan yang sangat maju hingga sekarang. Tapi Tuhan berkata lain, 12 tahun sebelum meninggal, Jakob Oetama divonis Alzheimer. Sebagai anak yang paling tua, keadaan membuat Lilik untuk mewakili ayahnya untuk menjadi komisaris. Namun dengan syarat, ia harus menjual dan meninggalkan usaha yang telah dirintisnya seperti showroom mobil dan perusahaan jual beli rumah. Karena peraturannya, kerja di perusahaan ini harus fokus.

“Saya pernah bertanya ke Pak Jakob, lalu tugas saya di perusahaan ini apa? Bapak lalu menjawab bahwa saya melakukan apa yang saya bisa lakukan, tetapi jangan cawe-cawe apa yang sudah Pak Jokob dan Pak Oyong bangun, ada empat pilar. Yakni pilar media, pilar retailer, pilar hotel, dan pilar manufaktur. Jadilah sekarang ada unit usaha KompasGramedia yang lebih beragam,” tutur Irwan.

Irwan menambahkan, dari Jakob Oetama kita bisa belajar, tidak punya cukup banyak modal uang, orang yang tua hidup dalam kesederhanaan, dan tidak punya siapa-siapa di Jakarta, kecuali yang ia lihat hanya kerja keras. Tetapi Irwan juga sering melihat ayahnya setiap hari bangun pagi untuk olahraga, dan setiap jalan pagi mulutnya tak pernah berhenti berdoa.

Hanya Jasad yang Wafat, Namun Spirit Tetap Hidup

“Jadi penyertaan Ilahi yang selalu beliau ucapkan itu sesungguhnya Roh Kudus yang hadir dalam dirinya dan keluarga. Kalau sudah amanah dari KompasGramedia, itu dari jerih payahnya Jakob Oetama, jadi sakit gak sakit saya harus hadir. Bapak bilang, pemilik perusahaan ini adalah Yang Mahakuasa. Saya dan Pak Ojong adalah orang pertama yang bekerja di ladangnya Tuhan, dengan talentanya masing-masing.

Apapun yang Pak Jakob sampaikan, rasanya ia tetap hidup. Meskipun sudah dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, tetapi rohnya, spiritnya masih hidup. Ini yang juga dialami oleh Irwan, pada 2017 ia dan istrinya divonis kanker.

“Pak Jakob ngomong sama saya, kalau kamu harus ‘pulang’ maka tugas kamu sudah selesai, tapi kalau kamu diberi hidup berarti ada tugas Tuhan yang belum selesai. Saya operasi dua kali total 12 jam. Hari ini sudah 5 tahun, saya masih di sini. Itu artinya pekerjaan saya belum selesai, dan dalam 5 tahun ini Pak Jakob membuat infrastruktur dan Gedung, kami generasi kedua yang meneruskan,” ungkapnya.

Yayasan Multimedia Nusantara Hadir sebagai Buah Pikir Jakob Oetama

Irwan juga menambahkan, usaha-usaha yang baru, seperti properti, universitas, infrastruktur, ia percaya bahwa ada seperti yang Jakob Oetama dan PK Ojong punya. Ia pun mengalami sendiri bagaimana penyertaan Ilahi membantu bagaimana hingga saat ini ia masih hidup dan grup perusahaan ini terus berlanjut.

“Jadi jangan takut, jangan khawatir menjalani hidup. Saya saksinya, Pak Ojong gak punya apa-apa tapi bisa survive. Ada penyertaan Ilahi, bersyukur tiada akhir. Lalu saya tambahkan satu, bersyukur saja tidak cukup. Bersyukur, bekerja, dan berbagi.”

Jujur, Terampil, dan Bersyukur 

Pada kesempatan yang sama, ST Sularto selaku Pembina YMN juga memberikan kesan dan pesan terkait kegiatan ziarah ini. Ia mengatakan bahwa bukan teknis yang dibagikan oleh Irwan Oetama, tetapi bagaimana karakter yang dibangun oleh seorang profesional. Karakter yang ingin dibangun adalah kejujuran dan keterampilan, sesuai dengan minat, dan yang ketiga adalah bersyukur. Jadi memompa karakter orang karena mengenai hal teknis ada banyak orang yang lebih ahli.

“Pertama yang disebut dengan keberhasilan adalah buah dari usaha keras, itulah yang mesti kita bangun. Lalu yang kedua, usaha itu harus dibangun dengan kejujuran yang kita lakukan. Dan yang ketiga adalah semangat kita untuk berbagi kepada orang lain, bahwa apa yang kita hasilkan bukan hanya berkat untuk kita sendiri, tetapi juga berkat untuk banyak orang. Itulah yang dibangun yakni kebersamaan kita, karena dengan kebersamaan kelebihan dibagikan kepada orang lain dan kekurangan bisa ditanggung bersama,” pungkasnya.

Menu