Perkembangan Teknologi Mendorong Social Commerce Bersaing dengan E-Commerce

Pesatnya perkembangan teknologi membuat pemerintah Indonesia harus menetapkan beragam regulasi karena berbagai alasan. Baru-baru ini, masyarakat digemparkan dengan regulasi yang melarang penerapan model bisnis Social Commerce. Seperti biasanya, berita ini disambut dengan heboh di media sosial. Banyak yang mendukung, namun tidak sedikit juga yang menentang. Akan tetapi sebelum terlalu jauh ke sana, yuk pahami pengertian Social Commerce, bedanya dengan E-Commerce, dan dampak kehadirannya!

Apa itu Social Commerce?

Sebenarnya Social Commerce sudah sangat sering kita temukan sehari-hari saat menjelajahi media sosial. Bayangkan kamu sedang scrolling di media sosial favoritmu, lalu lewat suatu post yang menampilkan seseorang berpose atau berdansa pakai baju kaos dengan tulisan dan grafis yang lucu. Coba perhatikan, apakah ada tombol untuk “tambahkan ke keranjang” atau yang serupa dengan itu? Jika ada, itu adalah praktik langsung dari Social Commerce!

Sederhananya, Social Commerce adalah perkembangan teknologi yaitu penggabungan dari media sosial dan E-Commerce. Secara definisi dan fungsinya, media sosial adalah platform untuk berbagi foto, video, dan tempat untuk berinteraksi dengan pengguna lain. Sedangkan E-Commerce adalah proses transaksi jual beli yang terjadi secara online.

Menggabungkan definisi tersebut, Social Commerce adalah praktik menggunakan media sosial dan memanfaatkan seluruh fiturnya untuk promosi, memberikan informasi, hingga transaksi jual beli produk atau jasa. Format yang digunakan juga beragam tergantung media sosialnya, umumnya Social Commerce diterapkan melalui unggahan foto, video, hingga livestream.

Perbedaan E-Commerce dan Social Commerce

Proses yang dilewati seorang konsumen atau pengalaman berbelanja yang akan didapatkannya ketika belanja menjadi perbedaan utama dari E-Commerce dan Social Commerce. Tentunya selain dari perihal teknis dan platform yang digunakan. Umumnya ada experience berbelanja yang dilewati seorang konsumen dalam berbelanja melalui E-Commerce. Beberapa diantaranya mencari apa yang ia inginkan, browsing berbagai katalog dan toko, membaca deskripsi dan membandingkan antara produk dan toko. Pada akhirnya, melakukan transaksi pembayaran dan memilih opsi pengiriman barang.

Cukup simple dan straight forward, karena E-Commerce memang hanya sebagai penyedia tempat. Sesekali mungkin ada iklan atau produk yang disponsori oleh platformnya, tapi tetap masih dalam bentuk katalog di antara produk-produk lain.

Sedangkan dalam Social Commerce, yang menjadi pembeda utamanya adalah diintegrasikannya sistem transaksi jual beli dalam social media experience. Tidak hanya mencari barang yang dibutuhkan, dalam social commerce seseorang akan disuguhkan beragam konten yang memancing rasa ingin membeli. Sangat besar kemungkinan seseorang akhirnya membeli barang yang awalnya tidak dicari.

Beragam teknik pemasaran dan promosi bisa diintegrasikan dalam social commerce. Seperti soft selling, dengan seseorang mengunggah foto dirinya menggunakan produk tersebut dan sekaligus menempelkan tombol untuk membeli produk tersebut. Hal ini dapat memancing calon konsumen yang ingin memiliki penampilan yang sama dengan pengunggah tersebut untuk membeli produknya.

Bisa juga dengan hard selling atau promotions, umumnya dengan livestream. Praktik di mana seorang host akan melakukan display terhadap produk yang ia jual. Selain itu, ia juga akan menawarkan potongan harga untuk pembeli yang langsung membeli saat itu juga.

Proyeksi Social Commerce untuk Masa yang Akan Datang

Secara tidak langsung, keberadaan Social Commerce akan mengancam model bisnis e-commerce. Meskipun keduanya memiliki perbedaan dan keunggulan masing-masing. Social Commerce memiliki kemampuan untuk memancing seseorang untuk melakukan pembelian atas produk-produk yang awalnya tidak ia cari. Selain itu juga kemampuan untuk terus menerus mengikuti tren pasar melalui data dari media sosial.

Mungkin ini juga menjadi salah satu alasan pemerintah melarang penerapan Social Commerce, untuk melindungi data dan privasi pengguna media sosialnya. Akan tetapi, kehadirannya mengingatkan kita bahwa pemahaman di bidang pemasaran, bisnis, teknologi, dan logistik sekarang menjadi penting dan saling terhubung. 

Salah satu cara untuk memahami lebih lanjut terkait Social Commerce dan semua bidang terkait di dalamnya adalah melalui program studi E-Commerce Logistics di Multimedia Nusantara Polytechnic (MNP). Bukan hanya secara teori, tapi juga langsung praktik dengan berbagai perusahaan mitra untuk memahami situasi terkini di industri. Jadilah bagian dari MNP dan jadi seorang profesional yang siap menghadapi perkembangan teknologi!

Menu